Museum Bank Mandiri (Jakarta)
rommya on April 2nd, 2009
Museum Bank Mandiri

Museum Bank Mandiri
Sudah berpuluh-puluh tahun saya melewati gedung Museum Bank Mandiri di wilayah Kota, Jakarta -di seberang stasiun Beos- tapi baru kali ini menyempatkan diri untuk memasuki gedung museum ini. Gedung yang beralamat di Jl. Lapangan Stasiun No.1 ini merupakan bagian dari rangkaian cagar budaya kota tua, yaitu antara lain : Museum Fatahillah, Museum Wayang, Museum Seni rupa & Keramik, Museum Bank Indonesia, Museum Bahari, Pelabuhan Sunda Kelapa, Jembatan Kota Intan, Toko Merah dan masih banyak lagi bangunan kuno di seputar kawasan Kota, Kali Besar, Pelabuhan Sunda Kelapa dan sampai Glodok. Kawasan ini merupakan rancangan dari Jan Pieterzoon Coen, Gubernur Hindia Belanda saat itu, dengan tujuan membangun nuansa Amsterdam di Batavia.

Pemerintah Kota Jakarta sadar akan pentingnya cagar budaya di kawasan kota tua ini dan sedikit demi sedikit melakukan perbaikan & pengembangan wisata antara lain dibuatnya kawasan pedestrian (pejalan kaki), pemugaran beberapa gedung tua menjadi obyek wisata, menyediakan akses transportasi busway, dsb.

Persis di depan gedung museum, tersedia tempat parkir namun kapasitasnya sangat terbatas. Uahakan datang pagi hari sehingga mudah mendapatkan parkir. Untuk memasuki museum ini hanya dikenakan biaya Rp 2.000 untuk orang dewasa sedangkan untuk anak2 gratis..tis.. Bahkan jika Anda nasabah Bank Mandiri, jangan lupa membawa kartu ATM Bank Mandiri Anda, dan dapatkan tiket gratis untuk pemegang kartu. Di pintu masuk Anda akan disambut oleh dua patung penjaga dengan seragam ala kolonial Belanda tempo doeloe.

Museum ini memiliki lahan seluas 10.039 m2 dengan luas bangunan keseluruhan 21.509m2, awalnya merupakan gedung Nederlandsche Handel-Maatschappij (NHM) atau Factorji Batavia yang merupakan perusahaan dagang milik Belanda tapi kemudian berkembang menjadi perusahaan perbankan. NHM ini menjadi salah satu cikal bakal bank ABN Amro. Gedung ini dirancang oleh arsitek dari Belanda, yaitu J.J.J. de Bruyn, A.P. Smits, dan C. Van de Linde. NHM dinasionalisasi pada tahun 1960 dan gedung ini menjadi salah satu gedung kantor Bank Koperasi Tani & Nelayan (BKTN) Urusan Ekspor Impor. Kemudian beralih menjadi kantor pusat Bank Export import (Bank Exim) pada 31 Desember 1968, dan akhirnya Bank Exim, Bank Dagang Negara (BDN), Bank Bumi Daya (BBD) dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dilebur menjadi Bank Mandiri pada tahun 1999.

Ruang utama

Ruang utama

Memasuki gedung ini, seakan-akan kita dibawa mundur oleh mesin waktu. Gedung ini masih berdiri kokoh, dengan ruangan yang terlihat masih orisinil, lantainya sebagian besar dilapisi oleh tegel ubin (vloertegels) berwarna hitam, abu-abu dan merah, yang masih terlihat mengkilap. Pintu utama akan mengarahkan kita ke Begane Grond (Lantai Dasar) sebagai ruang utama kegiatan perbankan. Di sini terdapat loket teller sepanjang 122 m, papan petunjuk, meja, kursi bahkan ada beberapa manekin (boneka seukuran manusia) yang menggambarkan suasana kerja di saat tempo doeloe.
Teller

Teller


Deposito

Deposito


Mesin ATM

Mesin ATM


Manekin

Manekin

Benda-benda yang berhubungan dengan perbankan dalam beberapa kurun waktu pun terpajang disana, mulai dari aneka mesin tik, sertifikat deposito, cek & bilyet giro, saham & obligasi, telepon & telegraph, mesin penghitung uang, mesin ATM, kartu ATM, server, printer wah pokoknya lengkap deh. Kami cukup kagum dengan kondisi museum yang boleh dikatakan cukup rapih, bersih dan terawat. Meja, kursi bahkan lantainya pun kami dapati dalam keadaan bersih. Woow..

Grootboek

Grootboek

Di tengah ruangan dipajang 2 buah buku besar, untuk mencatat laporan keuangan NHM diantaranya mengenai perkebunan dan komoditi. Bukan hanya dikatakan buku besar, tapi buku ini benar-benar berukuran besar. Groetbook (buku besar) pertama berukuran 67 x 54 x 13 cm, dengan 234 lembar dan berat 28 kg, mencatat transaksi dari tahun 1833-1837. Sedangkan satu lagi berukuran 38,5 x 49 x 17,3 cm dengan 1503 lembar dan berat 20 kg mencatat transaksi dari tahun 1935-1936. Kedua buku ini berasal dari Pusat Arsip Rempoa. Mungkin istilah buku besar di akuntansi itu memang berasal dari ukuran buku yang dulunya memang besar-besar ya..

Di sebelah kanan ruangan, terdapat area khusus untuk para nasabah keturunan Tionghoa. Saat itu banyak orang Cina memiliki usaha perkebunan, sehingga pengelola bank merasa perlu untuk menyiapkan kasir Cina yang khusus melayani para nasabah tersebut.

Menuju ke atas, kita dapat melihat mozaik dari kaca patri yang indah, mirip dengan yang pernah kami lihat di Lawang Sewu, Museum Bank Indonesia. Mozaik tersebut menggambarkan keadaan 4 musim yang dialami di belahan Eropa dan juga tokoh nakhoda kapal Belanda, Cornelis de Houtman.

Kasir Cina

Kasir Cina


Riwayat Direksi

Riwayat Direksi


Kaca Patri

Kaca Patri


Lorong

Lorong

Di 1e Verdieping (Lantai Satu) kita dapat menemukan ruang kerja direksi dan ruang rapat besar yang masih tertata rapi dengan lantai menggunakan bahan mozaik keramik bercampur kaca (glasmozaiek-tegels) yang elegan, ruang perpustakaan, ruang sejarah pemimpin bank yang terkait, lalu ruang model seragam karyawan, ruang perlengkapan keamanan, seperti perlengkapan satpam, pemadam kebakaran, dsb. Wah pokoknya benar-benar lengkap deh disini. Menghubungkan ruang-ruang tersebut kita akan menyusuri melalui lorong yang bersih, dilengkapi dengan lampu hias yang indah dan beberapa kursi yang menempel kokoh di dinding. Ternyata di gedung ini memiliki lift lho. Dengan model yang terlihat cukup jadoel dengan pintu kaca, namun masih berfungsi lho, ternyata mesin nya sudah menggunakan mesin lift modern.

0 komentar:

Posting Komentar